Oleh : Suripah, S.Kom.I (Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Talang Empat)
Di tengah kehidupan modern yang
serba cepat dan penuh tekanan, banyak orang menghadapi tantangan kesehatan
mental seperti stres, kecemasan, hingga depresi. Islam sebagai agama yang
sempurna telah menyediakan berbagai solusi spiritual untuk menjaga keseimbangan
jiwa, salah satunya melalui ibadah puasa. Puasa bukan hanya menahan lapar dan
haus, tetapi juga sarana untuk menenangkan jiwa dan memperkuat kesehatan
mental.
Allah SWT berfirman, “Wahai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 183).
Ayat ini menunjukkan bahwa puasa adalah ibadah yang bertujuan membentuk
ketakwaan, termasuk mengendalikan emosi dan menjaga kestabilan hati dalam
menghadapi ujian hidup.
Secara spiritual, puasa
mendekatkan seorang Muslim kepada Allah SWT. Ketika seseorang menahan diri dari
makan, minum, dan hawa nafsu, ia belajar untuk lebih bersabar dan berserah diri
kepada Allah. Kedekatan spiritual ini mampu menenangkan hati dan mengurangi
beban pikiran yang sering kali menjadi pemicu gangguan mental.
Dalam kondisi penuh tekanan,
puasa menjadi waktu untuk melakukan refleksi diri dan memperbaiki hubungan
dengan Sang Pencipta. Rasa tenang yang muncul dari ketekunan beribadah, seperti
memperbanyak shalat sunnah, tilawah Al-Qur'an, dan dzikir, membantu mengurangi
kecemasan dan membuat jiwa lebih tenteram. Allah SWT berfirman, “Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra’d: 28).
Puasa juga mengajarkan kesabaran
dan pengendalian diri. Kemampuan untuk mengontrol emosi ketika lapar atau lelah
saat berpuasa adalah latihan mental yang sangat bermanfaat untuk menghadapi
tekanan dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah SAW bersabda, “Puasa adalah
perisai, maka janganlah berkata kotor dan jangan berbuat bodoh” (HR.
Bukhari dan Muslim). Ini adalah bimbingan agar puasa dapat menjadi benteng diri
dari perilaku negatif yang dapat memperburuk kesehatan mental.
Selain itu, puasa mendorong umat
Islam untuk meningkatkan empati terhadap sesama. Merasakan lapar dan haus
membuat seseorang lebih peka terhadap penderitaan orang lain. Rasa empati yang
tumbuh ini berkontribusi pada kesehatan mental karena menguatkan rasa
solidaritas dan kepedulian sosial, yang sangat penting di masa-masa sulit dan
penuh tekanan.
Puasa juga membantu mengatur
ritme hidup yang lebih sehat dan terstruktur. Dengan adanya jadwal sahur dan
berbuka, serta waktu-waktu ibadah yang teratur, puasa menciptakan keseimbangan
antara aktivitas fisik dan spiritual yang dapat berdampak positif bagi
kestabilan emosi dan pikiran.
Dari sisi psikologis, puasa
mengurangi kecenderungan terhadap perilaku impulsif. Menahan diri dari makanan,
minuman, dan kemarahan memberikan pelatihan mental untuk lebih sabar dan tidak
mudah reaktif terhadap stresor di lingkungan sekitar. Ini sangat penting bagi
orang yang hidup di era modern yang penuh tekanan dan kompetisi.
Puasa juga mengajarkan untuk
lebih bersyukur dan menerima keadaan. Kesadaran ini membantu seseorang
menghadapi kenyataan hidup dengan lebih ikhlas, sehingga mengurangi
kecenderungan merasa terbebani atau tertekan oleh tuntutan duniawi.
Akhirnya, puasa adalah ibadah
yang bukan hanya menyehatkan tubuh, tetapi juga jiwa. Dengan menjalankan puasa
secara sungguh-sungguh, seorang Muslim akan merasakan manfaat spiritual dan
psikologis yang besar, terutama dalam menghadapi tantangan kehidupan yang penuh
tekanan di era modern ini. Inilah keindahan Islam, yang mengajarkan
keseimbangan antara aspek lahiriah dan batiniah untuk mencapai ketenangan
sejati.