Oleh : Suripah, S.Kom.I (Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Talang Empat ) Benteng
Kehidupan manusia tidak pernah
lepas dari ujian dan cobaan. Bencana alam, krisis sosial, dan musibah lainnya
merupakan bagian dari takdir Allah yang mengandung hikmah dan pelajaran bagi
manusia. Dalam situasi seperti ini, masyarakat sangat membutuhkan pendampingan
spiritual agar tidak larut dalam kesedihan, mampu bangkit, dan semakin dekat
kepada Allah. Penyuluhan spiritual pasca bencana adalah upaya memberikan terapi
ruhani agar masyarakat terdampak dapat merasakan ketenangan batin, bersyukur
dalam keterbatasan, dan berserah diri kepada Allah dengan penuh tawakkal.
Islam mengajarkan bahwa setiap
musibah adalah bentuk ujian dan penyucian diri. Ujian hidup bukan tanda
kebencian Allah, melainkan sarana mendekatkan diri kepada-Nya. Allah SWT
berfirman:
﴿ وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍۢ
مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍۢ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ
وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِينَ ﴾
Artinya: “Dan sungguh Kami
akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa,
dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah: 155)
Ayat ini menjadi penguat bahwa
ujian pasti datang, dan yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapinya. Kesabaran
adalah kunci utama dalam menghadapi cobaan. Dalam konteks penyuluhan spiritual,
tugas utama kita adalah menguatkan hati masyarakat agar tetap tegar dan yakin
bahwa Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya.
Selain sabar, sikap syukur juga
penting untuk ditanamkan. Meski kehilangan banyak hal, masih ada nikmat yang
Allah berikan. Kesadaran untuk tetap bersyukur di tengah keterbatasan akan
melahirkan ketenangan dan optimisme. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
﴿ لَئِن شَكَرْتُمْ
لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ ﴾
Artinya: “Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim:
7)
Penyuluhan spiritual juga
mengajak masyarakat untuk memperbanyak zikir, doa, dan mendekatkan diri kepada
Allah melalui salat dan tilawah. Aktivitas ibadah ini menjadi terapi hati yang
paling efektif dalam meredakan kecemasan dan kegelisahan pasca bencana. Dalam
kondisi trauma dan kehilangan, hati manusia sangat rentan, dan hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenang.
﴿ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟
وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ
ٱلْقُلُوبُ ﴾
Artinya: “Orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Terapi spiritual ini bisa
dilakukan melalui pengajian, majelis taklim darurat, pendampingan keagamaan,
dan pembagian buku-buku dzikir dan doa. Selain itu, pendampingan psikososial
dari tokoh agama juga berperan penting dalam membangun kembali semangat dan
harapan masyarakat. Penyuluh agama menjadi garda depan dalam menyampaikan
pesan-pesan Islam yang menyejukkan dan menenangkan.
Sikap tawakkal harus ditanamkan
bahwa setelah berusaha semaksimal mungkin dan berdoa, kita menyerahkan segala
hasilnya kepada Allah. Tawakkal bukan berarti pasrah tanpa ikhtiar, melainkan
bentuk kepercayaan penuh bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Penyayang. Dalam
proses pemulihan pasca bencana, tawakkal menjadi pondasi keyakinan agar tidak
mudah putus asa.
Dengan pendekatan spiritual yang
lembut dan menyentuh, masyarakat akan merasa didampingi secara lahir dan batin.
Kegiatan-kegiatan seperti doa bersama, berbagi kisah inspiratif, serta
membangun kembali masjid atau mushalla sebagai pusat komunitas bisa menjadi
bagian dari upaya penyembuhan kolektif.
Akhirnya, penyuluhan spiritual
bukan sekadar memberikan nasihat, tetapi menjadi penguat jiwa yang sedang
rapuh, pengingat atas hikmah di balik musibah, dan motivasi untuk bangkit lebih
baik dengan iman yang lebih kuat. Inilah misi luhur penyuluh agama di masa
pasca bencana: menjadi lentera harapan di tengah kegelapan ujian.