![]() |
Ilustrasi |
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bapak Ibu, serta saudara-saudara sekalian yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan kali ini, mari kita membahas tentang suatu perilaku yang sering kali terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita, tetapi seringkali kita anggap remeh. Perilaku tersebut adalah ghibah atau menggunjing. Ghibah adalah menyebutkan sesuatu tentang saudaramu yang ia tidak suka jika disebutkan, baik benar maupun salah. Allah SWT telah melarang kita untuk melakukan ghibah, karena dampaknya yang sangat buruk bagi hubungan sosial dan keimanan kita.
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT dengan tegas melarang ghibah dalam Surah Al-Hujurat ayat 12 yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
Ayat ini sangat jelas menggambarkan betapa menjijikkannya perilaku ghibah. Allah SWT mengumpamakan ghibah dengan memakan daging saudara kita yang sudah mati, suatu perumpamaan yang sangat mengerikan dan menggugah kesadaran kita akan buruknya perbuatan ini.
Ghibah bukan hanya merusak hubungan antar individu tetapi juga merusak tatanan sosial dalam masyarakat. Ketika seseorang melakukan ghibah, ia sedang menabur benih-benih permusuhan, kebencian, dan fitnah. Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan Islam yang mengajarkan persatuan, kasih sayang, dan persaudaraan.
Lebih lanjut, Rasulullah SAW juga telah memberikan banyak peringatan mengenai bahaya ghibah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda: "Tahukah kalian apa itu ghibah?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Beliau bersabda, "Ghibah adalah kamu menyebutkan tentang saudaramu sesuatu yang ia tidak suka." Beliau ditanya, "Bagaimana jika apa yang aku katakan itu benar-benar ada pada dirinya?" Beliau menjawab, "Jika apa yang kamu katakan itu benar ada padanya, maka kamu telah mengghibahnya. Dan jika apa yang kamu katakan itu tidak ada padanya, maka kamu telah memfitnahnya."
Hadits ini menjelaskan bahwa ghibah bukan hanya berbicara buruk tentang sesuatu yang tidak benar, tetapi juga yang benar namun tidak disukai oleh orang tersebut. Ini menunjukkan betapa berhati-hatinya kita harus menjaga lisan kita.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk senantiasa menjaga lisan kita dari perkataan yang tidak bermanfaat dan dapat menyakiti orang lain. Kita harus berusaha untuk selalu berbicara baik atau lebih baik diam jika tidak ada yang baik untuk dikatakan. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam."
Menjaga lisan adalah bagian dari menjaga iman kita. Lisan yang terjaga mencerminkan hati yang bersih dan iman yang kuat. Sebaliknya, lisan yang suka mengghibah mencerminkan hati yang kotor dan iman yang lemah.
Sebagai penutup, marilah kita bersama-sama berusaha untuk meninggalkan perilaku ghibah dan menggantinya dengan saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Asr ayat 3: "kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran."
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk selalu menjaga lisan dan hati kita, serta menjauhkan kita dari perilaku ghibah. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.