Oleh : Suripah, S.Kom.I (Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Talang Empat)
Di tengah arus globalisasi dan
modernitas, masyarakat dunia saat ini semakin akrab dengan budaya
individualisme. Budaya ini cenderung menekankan kepentingan pribadi di atas
kepentingan bersama, sehingga menyebabkan semakin renggangnya ikatan sosial di
tengah umat. Dalam konteks ini, semangat ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan
dalam Islam menjadi sangat penting untuk dihidupkan kembali sebagai fondasi
membangun solidaritas umat yang kuat.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara. Maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat” (QS. Al-Hujurat: 10).
Ayat ini menegaskan bahwa hakikat seorang Muslim adalah menjadi saudara bagi
Muslim lainnya, dan ikatan ini harus dijaga dengan penuh kesadaran serta rasa
tanggung jawab.
Ukhuwah Islamiyah bukan hanya
slogan atau konsep teoritis, melainkan ajaran yang harus diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Rasulullah SAW telah memberikan banyak contoh bagaimana
beliau membangun persaudaraan yang kokoh di antara kaum Muhajirin dan Anshar
ketika hijrah ke Madinah. Mereka saling membantu dan berbagi rezeki demi
kebaikan bersama, tanpa memandang latar belakang.
Di era individualisme, umat
Islam dihadapkan pada kecenderungan untuk lebih sibuk dengan urusan pribadi dan
mengabaikan kepedulian terhadap sesama. Padahal, Islam sangat menekankan
pentingnya saling tolong-menolong dalam kebaikan. Allah SWT berfirman, “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” (QS. Al-Maidah: 2).
Semangat ukhuwah Islamiyah juga
mampu menjadi solusi atas berbagai persoalan sosial yang dihadapi umat, seperti
kemiskinan, ketidakadilan, dan konflik internal. Dengan ukhuwah yang kuat, umat
Islam dapat bahu-membahu menyelesaikan permasalahan bersama, menjaga persatuan,
dan menghindari perpecahan yang melemahkan kekuatan umat.
Salah satu langkah praktis dalam
menghidupkan ukhuwah adalah dengan memperbanyak silaturahmi dan menjaga
komunikasi yang baik dengan sesama Muslim. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak
akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturahmi” (HR. Bukhari dan
Muslim). Dalam konteks ini, silaturahmi menjadi sarana efektif untuk mempererat
persaudaraan dan mengikis sikap individualistik.
Umat Islam juga perlu aktif
terlibat dalam kegiatan sosial yang mempererat solidaritas, seperti kegiatan
gotong-royong, membantu fakir miskin, serta terlibat dalam organisasi atau
komunitas keagamaan yang mengajarkan nilai persatuan. Kegiatan semacam ini
menjadi sarana untuk merajut kembali ikatan ukhuwah yang mungkin mulai longgar.
Dalam Islam, persaudaraan bukan
hanya terbatas pada aspek kemanusiaan semata, tetapi juga merupakan ibadah yang
mendapatkan pahala besar di sisi Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Seorang
Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan tidak
membiarkannya (disakiti)” (HR. Bukhari dan Muslim). Prinsip ini harus
dipegang teguh di tengah derasnya arus individualisme yang cenderung
mengabaikan kepedulian sosial.
Menghidupkan ukhuwah Islamiyah
di era modern juga menuntut umat Islam untuk lebih bijak dalam menggunakan
media sosial. Media ini dapat menjadi alat untuk mempererat persaudaraan jika digunakan
untuk menyebarkan pesan-pesan positif dan ajakan kebaikan, bukan malah menjadi
tempat pertikaian dan perpecahan antar sesama Muslim.
Akhirnya, semangat ukhuwah
Islamiyah adalah cermin dari kekuatan iman dan ketakwaan kepada Allah SWT. Umat
Islam yang mampu menjaga ukhuwah di tengah era individualisme akan menjadi umat
yang kokoh, saling menopang dalam menghadapi tantangan zaman, serta mampu
menciptakan masyarakat yang penuh kasih sayang dan harmoni, sesuai dengan
ajaran Islam yang damai dan rahmatan lil ‘alamin.